Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Tinjauan Fiqh dan Fakta Atas Berdirinya Khilafah di Irak dan Syam

Sudah merupakan kewenangan Allah untuk memberikan khilafah kepada hambanya yang  beriman dan beramal shalih. Pada 1 ramadhan 1435 H, ISIS mendeklarasikan tegaknya khilafah. ISIS yang terdiri dari banyak kelompok mujahidin dan suku-suku ahlusunnah bersatu membaiat seorang keturunan Rasulullah SAW, Syeikh Abu Bakar Albaghdady. Hal ini tidak mengejutkan, kecuali bagi yang baru melihat perkembangan jihad di Irak. Sebab ISIS telah mempersiapkan hal ini sejak tahun 2006, sejak terbentuknya majelis syuro mujahidin (MSM). Dengan cita-cita yang jelas, yaitu mendirikan khilafah, bukan model negara yang lain. Maka ketika mujahidin telah memiliki segala prasyarat tegaknya khilafah, tidak pantas menunda penegakannya, sebab haram kaum muslimin hidup tanpa khalifah lebih dari tiga hari. Sementara kaum muslimin telah 90 tahun hidup tanpa khalifah.

Ibnu Hajar Al Haitami, dalam kitab As Shawa’iqul Muhriqah, hlm. 7:

“Ketahuilah juga, bahwa para shahabat -semoga Allah meridhai mereka- telah bersepakat bahwa mengangkat seorang imam (khalifah) setelah berakhirnya zaman kenabian adalah wajib, bahkan mereka menjadikannya sebagai kewajiban paling penting ketika mereka menyibukkan diri dengan kewajiban itu dengan meninggalkan kewajiban menguburkan jenazah Rasulullah SAW.”

Deklarasi ini mengundang berbagai reaksi dari umat islam di seluruh dunia. Ada yang langsung berbaiat, ada yang sekedar mendukung, ada yang diam sambil mempelajari fakta tentang sah atau tidaknya, ada juga yang langsung menolaknya, bahkan banyak kaum muslimin yang tidak peduli dengan hal ini. Hal ini “wajar”, karena 90 tahun kaum muslimin hidup dalam sistem demokrasi, sehinga nyaris tidak tergambar bagaimana khilafah itu. Sebagian menganggap khilafah itu seperti kepausan dalam katholik, sebagian menganggap khilafah itu adalah negara superpower dengan segala kesempurnaannya, bahkan tidak sedikit kaum muslimin yang bingung membedakan antara khilafah dan kafilah, alias tidak mengetahui sama sekali. 

Deklarasi khilafah oleh ISIS memaksa kaum muslimin untuk kembali mempelajari tentang hukum kehilafahan dan membandingkan dengan kondisi saat ini. Jika tidak, maka kaum muslimin akan terus terombang-ambing oleh perang opini yang dilancarkan media kafir. Akan sangat berbahaya sekali jika kaum muslimin tidak mengetahui ilmu tentang khilafah, kemudian mendapatkan fakta yang dimanipulasi media kafir, hal ini akan menyebabkan kaum muslimin membenci dan mengutuk ISIS hanya karena gambaran buruk media. 

Padahal ISIS-lah yang mengangkat dosa kita semua yang lalai dalam menegakkan khilafah. Kewajiban penegakan khilafah adalah fardhu kifayah, artinya kewajiban ini akan terus membebani kaum muslimin selama khilafah tidak tegak. Seharusnya kaum muslimin berterimakasih kepada ISIS, karena mereka telah mempersembahkan jiwa dan raga untuk tegaknya kewajiban ini. Sehingga dengannnya, saat ini kita tidak lagi terbebani dengan kewajiban penegakan khilafah. 

Dalam buku ini, penulis akan membahas apakah Khilafah yang didirikan ISIS telah memenuhi syarat atau tidak. Mari kita mulai dari syarat-syarat suatu negara disebut khilafah islamiyyah. Syeikh Abdul Qadim Zallum, dalam kitab Nizham Hukmi fil islam mensyaratkan 4 hal. 

Pertama, kekuasaan wilayah tersebut bersifat independen, hanya bersandar kepada kaum Muslim, bukan kepada negara Kafir, atau di bawah cengkraman kaum Kafir.

Kedua, keamanan kaum Muslim di wilayah itu di tangan Islam, bukan keamanan Kufur, dimana perlindungan terhadap ancaman dari dalam maupun luar, merupakan perlindungan Islam bersumber dari kekuatan kaum Muslim sebagai kekuatan Islam murni.

Ketiga, memulai seketika dengan menerapkan Islam secara total, revolusioner dan menyeluruh, serta siap mengemban dakwah Islam.

Keempat, Khalifah yang dibai’at harus memenuhi syarat pengangkatan Khilafah (Muslim, laki-laki, baligh, berakal, merdeka, adil dan mampu), sekalipun belum memenuhi syarat keutamaan. Sebab, yang menjadi patokan adalah syarat in’iqad (pengangkatan). 

Fakta

Pada faktanya ISIS mendeklarasikan khilafah, bukan sistem lainnya. ISIS tidak mendeklarasikan sistem kerajaan/monarki sebagaimana Arab Saudi dan Brunei, bukan sistem demokrasi sebagaimana Indonesia, bukan sistem Imarah sebagaimana Taliban. Khilafah memiliki ciri yang khas, dan berbeda dengan sistem lainnya. Syeikh Abu Bakar Albaghdady dibaiat oleh Ahlul Halli Wal Aqdi yang terdiri dari Ulama-ulama dan pembesar suku-suku. Ini adalah pelantikan khas khilafah, sebab tiada khilafah tanpa dibaiat.

ISIS mengontrol wilayah yang membentang dari Aleppo hingga Diyala. ISIS bukanlah khilafah klaim semata sebagaimana organisasi “khilafatul muslimin” di Lampung, Indonesia yang mengklaim memiliki khalifah tapi memiliki wilayah. Di dalam wilayah yang dikuasainya, khilafah menguasai penuh baik keamanan, pelayanan umat, pelaksanaan hukum, pendidikan, ekonomi, dan lain sebagainya. 

Jika dikatakan bahwa ISIS belum menguasai seluruh Irak dan Suriah, maka itu benar. Namun barat maupun timur mengakui bahwa ISIS memiliki wilayah yang dikontrol secara independen. Tidak ada yang menyangkal bahwa ISIS menguasai kota-kota besar seperti Raqqah, Mosul, Diyala, Ambar, Niwawa, dll. Bahkan 60 negara bersatu dibawah koalisi AS tidak mampu menghancurkan kemerdekaan wilayah ini, ini menunjukkan bahwa ISIS memang independen. Kekuasaannya bukanlah hanya satu komplek atau satu kampung saja, namun luas kekuasaannya melebihi Inggris dan terus bertambah insya Allah. Dengan fakta diatas kita bisa menilai bahwa khilafah memenuhi syarat pertama disebut sebagai khilafah yang benar, yaitu memiliki wilayah yang independen.

Dalam mengamankan wilayahnya, ISIS tidak bekerja sama dengan siapapun. Kemanan sepenuhnya dipegang mujahidin, baik dalam bidang militer maupun kepolisian. ISIS berlepas diri dari aliansi kufur seperti PBB, Liga Arab, dll. Dengan demikian khilafah yang didirikan ISIS memenuhi syarat kedua, yaitu keamanan yang sepenuhnya dipegang oleh muslim.

Dalam penerapan syariah, khilafah yang diterapkan ISIS langsung menerapkan syariah islam secara kaffah. Sebagian penduduk masih kaget dengan syariat yang langsung diterapkan ini, namun seiring waktu, khilafah terus mengedukasi masyarakat agar terbiasa dan nyaman dengan hukum syariah. Tidak ditahapkannya penerapan syariah islam ini karena saat ini Al-Qur’an dan Assunnah sudah lengkap dan telah terbeban dalam setiap pundak kaum muslimin. Rasulullah SAW mencontohkan bahwa ketika syariat sudah turun, maka langsung diterapkan, sebagaimana saat diwajibkannya memakai kerudung bagi perempuan, maka perempuan di masa Rasulullah SAW sampai merobek gorden di rumahnya untuk dijadikan sebagai kerudung. Begitu juga ketika turunnya larangan meminum khamr, maka saat itu juga seluruh kaum muslimin memecahkan kendi-kendi khamr mereka. Dengan fakta ini maka dapat disimpulkan khilafah yang didirikan oleh ISIS memenuhi syarat ketiga, yaitu penerapan syariah kaffah.

Bagaimana dengan khalifahnya? Syeikh Abu Bakar Albaghdady adalah seorang muslim, baligh, laki-laki, merdeka, adli dan mampu. Bahkan beliau memenuhi syarat yang lebih dari itu, yaitu syarat yang diadobsi oleh sebagian madzhab yaitu harus bangsa Quraisy. Dengan fakta ini  saja dapat dilihat bahwa khilafah yang didirikan ISIS memenuhi syarat keempat, yaitu terpenuhinya syarat khalifah. Selain itu Syeikh Abu bakar Albaghdady adalah keturunan Rasulullah SAW dari jalur Hussein bin Ali, yang ini mengharuskan kita mencintainya, sebab Ia termasuk dalam Ahlul Bait, selama Ia memegang Al-Qur’an dan Assunnah. 

Rasulullah saw bersabda “Dahulu bani Israil selalu dipimpin oleh para Nabi, setiap meninggal seorang Nabi diganti oleh Nabi lainnya. Sesungguhnya setelahku ini tidak ada Nabi lagi, namun akan ada setelahku beberapa khalifah, bahkan akan bertambah banyak. Sahabat bertanya, ”Apakah yang engkau perintahkan kepada kami?” Beliau menjawab, ”Tepatilah bai’atmu pada yang pertama, maka untuk yang pertama dan berikan pada mereka haknya. Maka sesungguhnya Allah akan menanya mereka tentang hal apa yang diamanatkan dalam kepemimpinannya.” (Hadits Shahih Riwayat Muslim dari Abu Hurairah).
Khilafah telah berdiri dengan haq, maka haram kaum muslimin untuk memperjuangkan tegaknya khilafah yang kedua. Umat Islam hanya boleh memiliki satu khalifah, dan upaya penegakan khilafah yang kedua termasuk dalam pemberontakan.

Rasulullah saw bersabda “Jika dibaiat dua orang khalifah maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya”.(HR Muslim)

Perjuangan saat ini adalah menggabungkan wilayah kaum muslimin kedalam naungan khilafah. Apabila diseru oleh Khalifah untuk hijrah, maka wajib hijrah, misalnya Khalifah memerintahkan orang-orang tertentu seperti dokter, insinyur, dan orang yang memiliki keahlian lain untuk hijrah ke dalam wilayah khilafah yang sekarang maka wajib dilaksanakan jika mampu.

Berdirinya khilafah ini juga harus menjadi penyatu dari seluruh komponen kaum muslimin. Seluruh harokah islam, tanzhim jihad, dan ormas islam wajib tunduk kepada khilafah. Mereka semua harus berjuang dibawah panji yang sama, yaitu panji la ilaha illallah (tiada sesembahan selain Allah).

Khalifah mempunyai hak melakukan adopsi (tabanni) hukum syariah Islam dan melegislasikannya menjadi undang-undang yang berlaku mengikat bagi publik. Adopsi ini dilaksanakan Khalifah jika terdapat khilafiyah dalam hukum syariah hasil ijtihad. Maka ketika Khalifah memilih satu pendapat, rakyat wajib menaatinya sehingga perbedaan pendapat tidak ada lagi. Kaidah fiqih menyebutkan : Amru al-imam yarfa’u al-khilaf fi al-masa`il al-ijtihadiyah (Perintah Imam/Khalifah menghilangkan perbedaan pendapat dalam masalah-masalah hasil ijtihad/khilafiyah). (M. Khair Haikal, Al-Jihad wa al-Qital fi as-Siyasah al-Syar’iyah, III/1797; M. Shidqi al-Burnu, Mausu’ah al-Qawa’id al-Fiqhiyah, I/268).

Saksikan video kegembiraan kaum muslimin di Suriah denga tegaknya Khilafah:

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar