Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

KARENA MEREKA BUKAN AHLU DZIMMAH

Tinjauan Syar’i Tentang Eksekusi Daulah Atas Penyembah Salib
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله وكفى وصلاة وسلاما على عباده الذين اصطفى،اما بعد:
Setelah apa yang dirilis oleh Daulah Islam – semoga Allah menguatkannya – tentang pemenggalan 21 kepala orang Nashrani…
Apakah yang dilakukan Daulah itu benar?
Apakah mereka itu musta`man (orang yang mendapat jaminan keamanan)?
Apakah mereka itu mu’ahad (orang yang mengikat perjanjian)?
Apakah mereka itu ahli dzimmah?
Apa hukum asal darah orang kafir?
Di zaman ini, apakah kita wajib mendakwahkan Islam terlebih dahulu kepada mereka sebelum memerangi mereka?
Kapan seorang kafir menjadi haram darah dan hartanya?
Kapan seorang kafir menjadi halal darah dan hartanya?
Kita akan membahas dalam makalah ini tentang hukum menyembelih mereka, jauh apakah mereka  misionaris, mata-mata, tentara atau selainnya, tetapi kita akan membahas tentang hukum menyembelih secara umum bahkan walaupun mereka tidak melakukan apapun!
Kita akan membagi pembahasan ini menjadi beberapa point  yang harus engkau fahami setiap urutannya:
Pertama: Penekanan kaedah bahwa hukum asal orang kafir adalah halal darah dan hartanya kecuali jika dia seorang mu’ahad, musta`man atau dzimmi sesuai dengan dalil dari kitab, sunnah dan salafus shalih.
Kedua: Siapa yang dimaksud Mu`ahad, musta’man dan dzimmi? Apakah bisa dikatakan semua ini kepada orang Nashrani, siapa pun mereka?
Ketiga: Cukup sudah kalian tunduk dan berkasih sayang kepada barat dan orang-orang Salib.
Keempat: Pesanku kepada orang-orang yang bermental kalah, hina dan khianat.
Pertama: Wajib engkau ketahui bahwa hukum asal darah dan harta orang kafir asli adalah halal, dan tidak berubah menjadi haram dan terlindungi kecuali dengan iman dan jaminan keamanan. Allah berfirman:
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ إِلَّاعَلَى الظَّالِمِينَ
“Maka perangilah mereka hingga tidak ada lagi fitnah dan agama itu hanya milik Allah, jika mereka berhenti maka tidak ada permusuhan kecuali atas orang-orang yang zhalim” [QS. Al-Baqarah: 193].
Imam Al-Qurthubi Rahimahullah berkata: “Dan firman-Nya; “Jika mereka berhenti” yakni dari kekufuran mereka, baik itu dengan masuk ke dalam Islam, sebagaimana dijelaskan dalam ayat sebelumnya, atau dengan membayar jizyah bagi ahli kitab, sebagaimana nanti ada penjelasannya di dalam surat Bara’ah, jika tidak maka mereka diperangi karena mereka orang yang zhalim, dan tidak ada permusuhan kecuali atas orang-orang yang zhalim”. [Al-Jaami’ li Ahkami Al-Quran 3/247].
Dan Allah berfirman:
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَإِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dan perangilah mereka hingga tidak ada lagi fitnah dan agama itu menjadi milik Allah semata, jika mereka berhenti maka sesungguhnya Allah Maha Melihat terhadap apa yang mereka lakukan”. [QS. Al-Anfal: 39].
Imam Ibnu Al-‘Arabi Al-Maliki Rahimahullah berkata: “Firman Allah “Maka perangilah hingga tidak ada lagi fitnah” maksudnya adalah kekufuran. Dengan dalil firman Allah :
وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ
“Dan fitnah itu lebih kejam dari membunuh”
Maksud fitnah adalah kekufuran”. Selesai perkataan beliau hingga: “Masalah ketiga: Bahwa sebab pembunuhan dalam ayat ini adalah kekufuran, karena itulah Allah menjadikan tujuannya adalah menghilangkan kekufuran secara nash, dan Dia menjelaskan bahwa sebab pembunuhan yang membolehkan untuk diperangi adalah kekafiran.
Dan Allah berfirman:
فَإِذَا انْسَلَخَ الْأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Maka apabila telah berakhir bulan-bulan haram maka bunuhlah orang-orang musyrik itu di mana saja kalian dapati, dan tangkaplah mereka, kepunglah dan intailah mereka di setiap tempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mengerjaan shalat dan menunaikan zakat maka berilah kebebasan bagi mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. [QS. At-Taubah: 5].
Dan dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma, bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
أُمِرْتُ أنْ أقَاتِلَ النَاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا أنْ لَا إلَهَ إلاَّ الله, وَأنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ, وَيُقِيْمُوْا الصَّلَاةَ, وَيُؤتُوا الزَّكاَةَ. فَإذَا فَعَلُوا ذلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُم وَأمْوَالَهُمْ إلَّا بِحَقِّ اْلإسْلَامِ, وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ (متفق عليه)
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasulullah, mengerajakan shalat dan menunaikan zakat. Apabila mereka mengerjakan itu maka terjagalah dariku darah dan hartanya kecuali dengan hak islam, dan perhitungan mereka ada pada Allah” [Muttafaq alaih].
Dan ada banyak riwayat serupa yang semakna.
Imam An-Nawawi rahimahullah menukil dari Qadli ‘Iyadh rahimahullah berkata: “Penjagaan jiwa dan harta dikhususkan hanya bagi yang mengatakan Laa ilaaha illallah, sebagai ungkapan bagi penyambutan seruan keimanan, dan yang dimaksud di sini adalah orang-orang musyrik Arab dan para penyembah berhala dan yang tidak bertauhid, dan mereka adalah orang-orang pertama yang diseru kepada Islam dan diperangi atasnya. Adapun selain mereka yang mengakui tauhid, maka tidak cukup dalam penjagaan (darah dan harta)nya dengan sekedar mengucapkan Laa ilaaha illallah, karena ia telah mengucapkannya dalam kekufurannya dan itu adalah bagian dari keyakinannya, oleh karena itu dijelaskan di hadits lain: “Dan aku Rasulullah, mengerjakan shalat dan menunaikan zakat”. Selesai.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Dan terhadap ayat inilah Abu Bakar Ash-Shidiq radhiyallahu anhu telah bersandar di dalam memerangi orang-orang yang menolak membayar zakat, juga dengan ayat-ayat lain yang semisal. Di mana diharamkan memerangi mereka dengan syarat perbuatan ini, yakni masuk ke dalam Islam, dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya. Dan beliau mengingatkan dengan yang paling tinggi terhadap yang paling bawah, di mana sesungguhnya rukun paling mulia setelah syahadat adalah shalat yang merupakan hak Allah, dan setelahnya adalah zakat yang merupakan pemberian manfaat kepada orang-orang fakir dan yang membutuhkan, yang merupakan amal paling mulia yang berhubungan dengan sesama makhluk. Karena itu banyak sekali Allah menyandingkan antara kewajiban shalat dan zakat, dan telah disebutkan di dalam Ash Shahihain dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasulullah, mengerajakan shalat dan menunaikan zakat…”.
Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Dan seorang muslim apabila bertemu dengan seorang kafir yang tidak ada perjanjian dengannya maka dia boleh membunuhnya” [tafsir Al-Qurthubi 5/338].

Ibnu Katsier rahimahullah berkata:
قَدْ حَكىَ ابْنُ جَرِيْرِ اْلإجْمَاعَ عَلىَ أَنَّ اْلمُشْرِكَ يَجُوْزُ قَتْلَهُ إِذَا لَمْ يَكُنْ لَهُ أَمَانٌ وَإِنْ أَمَّ اْلبَيْتَ الحَرَامَ أوْ بَيْتَ المَقدِسَ
“Ibnu Jarir telah menyebutkan adanya ijma’ bahwa seorang musyrik boleh dibunuh jika tidak memiliki perjanjian keamanan walaupun dia menuju Baitul Haram atau Baitul Maqdis” [Tafsir Ibnu Katsier 2/6].
“Mereka ijma’ bahwa seorang musyrik, walau dia menggantungkan di lehernya atau tangannya kulit semua pohon di tanah haram, maka itu belum bias menjadikan mereka aman dari pembunuhan apabila tidak ada sebelumnya jaminan keamanan baginya”. [Tafsir Ath-Thabari 6/61, dengan sedikit perubahan].
Imam An Nawawi rahimahullah berkata:
وَأَمّا مَنْ لَا عَهْدَ لَهُ، وَلَا أَمَانَ مِنَ الكُفَاِر: فَلَا ضَمَانَ فِي قَتْلِهِ عَلىَ أيِّ دِيْنٍ كَانَ
“Adapun orang kafir yang tidak memiliki perjanjian atau jaminan keamanan: maka tidak ada kewajiban ganti rugi di dalam membunuhnya  apapun  agamanya.” [Raudhatu Ath-Thalibin 9/259].
Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata:
الله تبارك وتعالى أباح دم الكافر وماله إلا بأن يؤدي الجزية أو يستأمن إلى مدة
“Allah Tabaraka wa Ta’ala membolehkan darah orang kafir dan hartanya kecuali jika dia membayar jizyah atau meminta jaminan keamanan hingga waktu tertentu” [Al-Umm 1/264].
Asy-Syaukani rahimahulah berkata:
“Adapun orang kafir, maka darah mereka secara asal adalah boleh sebagaimana disebutkan di dalam ayat saif (pedang), apalagi jika mereka mengobarkan perang…” [As-Sailu al-Jarrar 4/522]
Maka perhatikanlah perkataan Umar Al-Faruq kepada Abu Jandal:
فإنما هم مشركون، وإنما دم أحدهم: دم كلب!
“Mereka hanyalah orang-orang musyrik, darah salah seorang dari mereka hanyalah darah anjing”. [Diriwayatkan oleh Ahmad dan Baihaqi].
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata:
“Seandainya orang murtad itu lari ke darul harb, maka dibolehkan membunuhnya bagi siapapun tanpa perlu istitabah (opsi pilihan untuk bertaubat).[Al-Mughni 9/20].
Sedangkan Darul harbi adalah semua negeri yang di atur dengan hukum selain Islam.
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Orang yang murtad apabila melindungi diri dengan masuk ke negeri harb, maka dia dibunuh sebelum istitabah dan tanpa ragu-ragu”. [Sharim al-Maslul 3/601].
Dan nukilan di bawah ini adalah bagi siapa yang berkata apakah wajib diseru kepada islam terlebih dahulu atau tidak?
Berkata As-Sarkhasi rahimahullah: “Maka tidak ada hukuman bagi siapa yang membunuh orang-orang murtad sebelum dia menyeru mereka kepada Islam, karena mereka itu sama posisinya dengan orang kafir yang telah sampai dakwah kepada mereka”. [al-Mabshuth 10/120].
Asy-Syaukani rahimahullah berkata:
والمشرك سواء حارب أم لم يحارب: مباح الدم ما دام مشركًا
“Dan seorang musyrik itu, baik dia memerangi atau tidak memerangi: adalah halal darahnya selama dia itu musyrik” [As-Sailu Al-Jarrar 4/369].
Al-Kasani rahimaullah berkata:
والأصل فيه: أن كل من كان من أهل القتال: يحلّ قتله سواء قاتل أو لم يقاتل
Dan asal hukumnya adalah: bahwasanya orang-orang yang termasuk ke dalam ahlu qital: maka ia halal dibunuh baik ia itu berperang atau tidak”. [Bada’I’ ash-Shana`I’.7/101].
Semua dalil-dalil ini, dari Al-Quran, As-Sunnah dan ucapan ahlul ilmi untuk menetapkan kaidah:
“Hukum asal orang kafir adalah halal darah dan hartanya kecuali dengan syarat-syarat yang akan kami jelaskan berikut ini”
Namun yang terpenting, jangan engkau pindah ke point kedua kecuali engkau telah mantap dengan point pertama.
Kedua: Kapan Orang Kafir Darah Dan Hartanya Menjadi Terjaga?
  1. Apabila dia seorang mu’ahad. Mu’ahad adalah orang yang antara kita dan dia terdapat perjanjian untuk tidak melakukan peperangan hingga batas tertentu. Sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melakukan perjanjian dengan orang kafir Makkah untuk tidak saling berperang selama sepuluh tahun dalam perjanjian Hudaibiyah.
Tentunya mereka itu (sekarang) sama sekali tidak ada, dan apabila mereka itu ada maka beritahulah kami tentang mereka itu, mungkin saja kami lupa kepada mereka..
  1. Apabila dia seorang dzimmi, dzimmi adalah orang kafir yang hidup di negeri kaum muslim, dan telah melakukan perjanjian akad dzimmah.
Dan orang-orang kafir hari ini, di seluruh belahan bumi mana pun, seluruhnya tidak ada seorang pun yang berstatus dzimmi kecuali yang hidup di Daulah Khilafah – semoga Allah menjayakannya -.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
“Akad dzimmah memiliki syarat membayar jizyah dan iltizam (komitmen) dengan hukum-hukum agama ini, serta akadnya dilakukan oleh imam atau wakilnya”. [al-Muharrar fi Al-Fiqh 2/182]
Dan apabila memerangi mereka adalah kewajiban atas kita kecuali jika mereka menjadi hina, sedangkan mereka tidak terhina, maka perag tetap diperintahkan, dan setiap orang yang kita diperintah untuk memeranginya dari orang-orang kafir itu, maka sesungguhnya dia dibunuh jika kita mampu, dan juga sesungguhnya kita jika telah diperintahkan untuk memerangi mereka hingga pada batas seperti ini, maka kita tidak boleh membuat akad perjanjian dzimmah dengan mereka tanpa jizyah, jika kita melakukannya, maka akad itu rusak dan mereka tetap mubah (untuk diperangi)”. Selesai.
Allah berfirman:
 وَإِنْ نَكَثُوا أَيْمَانَهُمْ مِنْ بَعْدِ عَهْدِهِمْ وَطَعَنُوا فِي دِينِكُمْ فَقَاتِلُوا أَئِمَّةَ الْكُفْرِ ۙ إِنَّهُمْ لَا أَيْمَانَ لَهُمْ لَعَلَّهُمْ يَنْتَهُونَ . أَلَاتُقَاتِلُونَ قَوْمًا نَكَثُوا أَيْمَانَهُمْ وَهَمُّوا بِإِخْرَاجِ الرَّسُولِ وَهُمْ بَدَءُوكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ ۚ أَتَخْشَوْنَهُمْ ۚ فَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْتَخْشَوْهُ إِنْ كُنْتُمْمُؤْمِنِينَ
“jika mereka merusak sumpah (janji)nya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agamamu, Maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena Sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang (yang tidak dapat dipegang) janjinya, agar supaya mereka berhenti. Mengapakah kamu tidak memerangi orang-orang yang merusak sumpah (janjinya), Padahal mereka telah keras kemauannya untuk mengusir Rasul dan merekalah yang pertama mulai memerangi kamu?. Mengapakah kamu takut kepada mereka Padahal Allah-lah yang berhak untuk kamu takuti, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” [QS. At-Taubah: 12-13].
Ayat mulia ini menunjukkan atas disyariatkannya memerangi setiap yang melanggar perjanjian dan darahnya juga dihalalkan.
Syaikhul Islam ibnu Taimiyah: “Merusak perjanjian dan mencerca agama, merupakan sifat yang sesuai untuk menjadikan wajib peperangan, dan ini telah diurutkan dengan huruf ‘fa’ yang berfungsi tartib (urutan susunan), yaitu penetapan balasan terhadap syarat, dan itu adalah penegasan bahwa perbuatan itu (yaitu pelanggaran janji dan cercaan agama) adalah hal yang mengharuskan adanya hal yang kedua (yaitu perang)”.
Tahukah engkau, ada 25 syarat Umar yang telah ditetapkan oleh Umar bin Al Khaththab radhiyallahu anhu kepada orang-orang Qibti Mesir? Di antaranya adalah: tidak menjual Khamr, tidak menghalangi seorang pun dari mereka yang akan masuk Islam, tidak boleh mengangkat salib dan harus membayar jizyah,dan lain-lain.
Dan tahukah engkau, bahwa orang-orang Nashrani hari ini tidak lagi kemitmen dengan satupun dari syarat-syarat Umar itu?
Maka jelaslah dari yang telah diuraikan di atas, bahwa status sebagai kafir dzimmi itu tidak bias diberikan kepada setiap orang kafir yang tinggal di negeri Islam, akan tetapi dia adalah sifat yang memiliki syarat dan rukun yang harus dipenuhi supaya penyebutan dzimmah menjadi benar.
Dan sesungguhnya orang-orang yang ingin memanfaatkan nash-nash yang berhubungan dengan ahli Dzimmah untuk membela orang-orang Nashran tidak lain hanya ingin bermain-main dengan nash-nash syar’I untuk menipu umat Islam.
Namun nash-nash syar’I dan hukum-hukum fiqh dalam masalah ini sangat jelas, gamblang dan rinci, sehingga tidak ada celah bagi jari-jari orang yang ingin bermain-bermain…
  1. Apabila dia seorang musta`man. Musta`man adalah orang kafir yang masuk ke negeri muslim dengan jaminan keamanan, seperti pedagang yang masuk karena ingin berdagang atau sebab-sebab lain, dan pemberian visa untuk memasuki suatu negeri adalah dianggap sebagai bentuk jaminan keamanan baginya, dan janji untuk melindungi dan tidak menzhaliminya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Radhiyallahu anhu berkata: “Adapun musta’man maka dia adalah orang yang datang ke negeri muslim tanpa niatan bertempat tinggal, mereka ada empat golongan: utusan, pedagang, pencari perlindungan hingga dia ditawarkan islam dan al-Quran jika dia mau dia masuk Islam, jika tidak maka dia kembali ke negerinya, dan seorang yang mencari kebutuhan dan berkunjung…dan hukum yang berlaku pada mereka adalah mereka tidak boleh diisolir, tidak diboleh dibunuh, dan tidak boleh dipungut jizyah dari mereka, jika kepada orang yang meminta perlindungan ditawarkan Islam dan Al-Quran lalu dia menerima, maka itu lah yang terbaik, kalau dia ingin disampaikan ke tempat aman mereka, maka diantarkan, dan tidak boleh diganggu hingga dia sampai di sana, jika telah sampai maka dia kembali menjadi kafir harbi sebagaimana sebelumnya”. [Ahkam Ahlu Adz-Dzimmah 2/475].
Dan juga tidak ada lagi musta’man di negeri manapun di negeri-negeri Islam
Mereka yang masuk ke negeri Islam tidak bermaksud duduk sejenak tapi untuk menetap seterusnya, mereka sebenarnya tidak masuk kecuali untuk mengancam maslahat kaum muslimin.
Mereka sebanarnya masuk dengan perjanjian keamanan dusta sebagaimana orang yang melewati (‘Urfay) karena sesungguhnya dia tidak boleh masuk di bawah jaminan keamanan penguasa Murtad dari agama Allah yang tidak berhukum dengan syariat Allah dan bekerja sama dengan koalisi salib dan melindungi orang-orang pendosa.
Ketiga: Cukuplah Bagi Kalian Ketundukan Dan Kemesraan Dengan Barat Dan Kaum Salib
Ibnu Al-Qayyim Rahimahullah berkata:
“Adapun orang-orang yang selalu berusaha untuk bermesraan dengan musuh-musuh Allah maka hendaknya dia waspada dari terkena oleh  firman Allah:
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
 “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.” [QS. Al-Baqarah: 120]

Dan yang membuat kaget dan mengherankan adalah sikap kebanyakan para da’I dan syaikh yang diam seperti diamnya kuburan ketika orang-orang Nashrani berbuat kurang ajar terhadap para Muslimah dan menghalangi mereka dari diennya.
Akan tetapi ketika para mujahidin membalas orang-orang Nashrani itu, dan membalaskan dendam para muslimah yang ditawan, para syaikh itupun bangun dari kubur diamnya dan berteriak lantang mengecam dan menjelek-jelekkan orang-orang yang mengincar orang-orang Nashrani dzimmi dan mu’ahad!!!
Subhanallah…
Apakah kehormatan orang dzimmi maz’um (palsu) ini lebih agung dari kehormatan muslim yang ma’lum (sudah diketahui)!!!
Apakah mereka begitu marah terhadap musibah orang-orang nashrani dan tidak sedikit pun berubah raut wajahnya dengan musibah kaum muslimin?!
Ya Allah, kami berlepas diri dari sikap kebanyakan para dai dan syaikh itu…
Apakah orang-orang Nashrani hari ini yang ada di negeri-negeri Islam itu ahlu dzimmah?
Kami siap menerima tantangan dalam masalah ini, dan kami menganggap orang-orang Nashrani yang ada di negeri-negeri Islam hari ini bukanlah ahli dzimmah, karena tidak memenuhi syarat-syarat ahli dzimmah sama sekali.
Bahkan tidak ada satu orang kafir pun yang ada di negeri Islam yang memiliki sifat-sifat dzimmah, jika dilihat tidak adanya syarat dzimmah yang dipenuhi oleh orang-orang kafir.
Mereka mengatakan bahwa hubungan mereka dengan kaum muslimin adalah hubungan kependudukan di mana mereka disatukan dengan satu Negara yang sama di dalamnya hak-hak antara muslim dan nashrani!
Orang-orang Nashrani itu juga menolak untuk mengikuti kaum muslimin dan islam atau menjadikan islam sebagai pengatur atas mereka…
Mereka juga tidak memiliki loyalitas terhadap islam, tetapi wala mereka hanya kepada tanah air dengan terlepas dari Islam.
Karena itu, mereka di Mesir adalah orang-orang yang paling getol menolak penegakan syariat Islam dan menolak peraturan islami yang sebenarnya juga bukan islami.. dan menolak syarat muslim bagi yang ingin menjadi presiden..
Pengertian ahli dzimmah  adalah berarti lemah, rendah, hina, tunduk dan patuh kepada  aturan-aturan pihak yang berkuasa  dan mengikutinya…
Namun sayang, sifat-sifat ini justeru malah tepat pada realita kaum muslimin di negeri mereka sendiri, dan tidak tepat pada realita orang-orang nashrani yang hidup di tengah mereka.
Orang-orang Islam mereka lah yang lemah di hadapan musuh-musuh mereka, di mana mereka tunduk dan mengikuti hukum-hukum mereka, bahkan, kedudukan mereka mirip seperti ahli dzimmah di tengah mereka!
Adapun orang nashrani yang berada di Negeri-negeri Islam, keadaan mereka sangat jauh dari keadaan ahlu dzimmah, mereka tidak tunduk kepada islam dan kaum muslimin, bahkan mereka adalah kelompok yang memiliki kekuatan dan perlindungan yang menjaga mereka dari kaum muslimin…
Di Mesir, gereja dan pengikutnya seakan menjadi Negara di dalam Negara, mereka bias menculik dan memenjarakan, kekuatan dan keengganan mereka dari tunduk itu berlawanan dengan sifat dzimmah!
Dan jelaslah dari  nash-nash sebelumnya, bahwa sifat dzimmah tidak digunakan untuk setiap orang kafir yang tinggal di negeri-negeri Islam, tetapi dia adalah sifat yang memiliki syarat-syarat dan rukun-rukun yang harus dipenuhi agar penyebutan dzimmah itu menjadi benar. Dan bahwasanya orang-orang yang ingin memanfaatkan nash-nash yang berhubungan dengan ahlu dzimmah dalam rangka membela orang-orang nashrani itu, tidak lain hanyalah bermain-main dengan nash-nash syar’I untuk menipu umat islam kebanyakan. Namun nash-nash syar’I dan hukum-hukum fiqih dalam masalah ini sangat jelas, gamblang dan rinci sehingga tidak ada celah bagi jari orang-orang yang ingin mempermainkannya…
Penutup:
Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” [QS. Ali Imran: 118]
Seorang penyair mengatakan
عن المرء لا تسأل وسل عن قرينه …فكل قرين بالمقارن يقتدي
Janganlah engkau bertanya tentang seseorang, tapi tanyalah siapa yang menjadi temannya…
Karena seorang teman akan dicontoh oleh orang yang ditemani…
Pesan terakhirku: Aku katakan kepada orang-orang yang bermental kalah…jadilah orang yang jelas dalam sikap kalian…
Apabila kalian mengklaim bahwa tidak boleh menjadikan mereka sebagai sasaran target karena mereka adalah ahlu dzimmah, mereka sesuai dengan ciri-ciri ahlu dzimmah, maka kalian adalah pembohong, dusta dan membuat-buat kepalsuan atas nama Allah…
Dan apabila kalian berpendapat bahwa tidak disyariatkan menjadikan mereka sebagai sasaran lantaran akan berbuntut bahaya dan efek negative, maka itu adalah masalah ijtihad yang bias diambil dan ditolak jika orang-orang islam selamat dari gangguan orang-orang nashrani itu, tapi jangan katakana mereka adalah ahlu dzimmah..
Telah terkikis ahlu dzimmah dan tidak ada lagi, dan telah terhenti hukum-hukum dzimmah ketika daulah Islam hilang dan kaum muslimin dan lemah…dan tidak akan kembali hukum-hukum ini kecuai setelah kekuatan dan posisi kaum muslimin telah kembali, maka carilah sifat dan gelar lain bagi orang-orang nashrani itu, selain nama ahlu dzimmah!
Dan yang mengejutkan, semua tema ini bisa kita ringkas hanya dalam beberapa baris. Tema ini sangat sederhana sekali dan sangat ringkas!
Hukum asal darah orang-orang kafir adalah halal menurut ijma’ ahlu ilmi, dan tidak terlindungi darahnya kecuali jika di bawah hukum dzimmi, mu’ahad atau musta’man, dan tidak ada seorang pun nashrani yang mereka memenuhi kriteria ini, dan aku menentang setiap orang yang mengatakan hal ini… di sana ada 25 syarat yang ditetapkan oleh Umar bin Al Khaththab radhiyallahu anhu dan tidak seorang pun nashrani yang menjalankan syarat-syarat ini walalu hanya satu point saja, di antaranya adalah jizyah. Dan tidak satu orang kafir pun yang tinggal di negeri-negeri kaum muslimin yang memenuhi sifat-sifat dzimmah jika dilihat dari tidak adanya orang kafir yang menjalankan syarat-syarat dzimmah, dan aku menentang siapa yang mengatakan sebaliknya.
Dan segala puji hanya bagi Allah Rabb semesta alam, dan shalawat atas Nabi Muhammad, beserta keluarga dan seluruh shahabatnya.

Alih Bahasa: Usdul Wagha
08 Jumada al-Ula 1436 H/ 27 Februari 2015 M
Muraja’ah: Ust. Abu Sulaiman 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar