Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Kepada Pejuang yang Hanif dalam Ikhwanul Muslimin

Penulis melihat banyak sekali dalam tubuh Ikhwanul Muslimin yang ikhlas berjuang demi menegakkan Islam. IM memiliki kemampuan rekrutimen yang tidak diragukan lagi. Banyak dari kaum muslimin yang pada awal mengenal islam, melalui IM, karena IM mudah ditemui di sekolah-sekolah dan universitas dengan berbagai nama samarannya. Namun sayangnya perjuangan kader-kader yang ikhlas ini dikendalikan para petinggi yang telah tertanam dalam otaknya pemikiran demokrasi.

Demokrasi inilah yang sebenarnya telah merusak IM, mencurahkan keringat dan darah para kadernya untuk hal yang sia-sia. Perjuangan Islam via parlemen yang tidak pernah berhasil namun terus diperjuangkan. Pelajaran ketika kudeta FIS di Aljazair, terulang di Mesir, IM tak mau mengambil pelajaran dan justru semakin jauh dari Islam. Siasat yang digunakan, semakin menjauhkan dari syariat, jika dulunya semboyannya adalah “jihad adalah jalan kami” diubah menjadi “islam adalah solusi” dan hal itupun diartikan sebagai “islam sebagai substansinya”. Terlau banyak bersiasat, dan selau mengatakan “tidak” ketika ditanya ”apakah IM akan menerapkan hukum potong tangan dan rajam ketika berkuasa?” membuat perjuangan menjadi tidak jelas arah tujuannya.

Wahai kader-kader yang ikhlas, cukuplah kalian ambil pelajaran di mesir, bahwa thaghut hanya mengerti bahasa senjata. Kalian diperbolehkan masuk ke Demokrasi, tapi begitu keadaan kalian membahayakan kedudukan mereka, kalian pun akan diusir dan dikudeta. Semboyan kalian “anti kudeta” dan “selamatkan demokrasi”, tidak menyelamatkan kalian dari moncong-moncong senjata thaghut, mereka tetap saja menembaki kalian karena kalian dianggap islamis dan tetap saja terbayang di kepala mereka sosok Sayyid Qutb ada dalam diri kalian.

Lihatlah apa yang dikatakan oleh seorang tahanan di Mesir yang ditangkap karena protes kudeta terhadap Mursi dan IM, beliau mengatakan: “Saya dulu percaya pada moto: ‘aksi damai kita lebih kuat daripada peluru’. Namun ketika peluru mulai diarahkan pada kami, dan kami dituduh sebagai teroris, saya mulai percaya hanya dengan kekerasanlah saya dapat melindungi keyakinan saya dan menegakkan Daulah Islam di Mesir.” Intinya patut ditanyakan “Setelah apa yang terjadi di Al-Jazair, di Palestina dan di Mesir, masihkah kaum muslim percaya dengan kotak suara?”

Sampai kapan IM terus menjadi pesakitan dalam sistem demokrasi? Tidakkah engkau ingin mengambil jalan kemuliaan, yaitu jalan jihad di jalan Allah. Hanya dengan jihad-lah jalan kemuliaan bisa terwujud, bukan malah menceburkan diri dalam demokrasi. Menceburkan diri tidak ada untungnya sama sekali, sudahlah iman hilang karena berani melakukan syirik akbar, yaitu berhukum dengan selain hukum Allah, musuh pun tetap tidak ridha. Penulis pernah menyampaikan ini kepada kader partai yang berafiliasi kepada IM, namun beliau malah mengatakan: “kami dulunya seperti kamu, sekarang kami sudah maju dan sudah memiliki strategi jangka panjang”. Memang benar, kalian dulunya adalah pejuang-pejuang islam, lihatlah Sayyid Qutb yang menolak memberikan tanda tangan kepada Thaghut walaupun ancamannya digantung, lihatlah jihad yang diserukan oleh Syeikh Ahmad Yasin dan Syeikh Abdullah Azzam di Palestina yang mana hal itu meluncurkan Intifadah, mimpi buruk Israel. Berapapun korban yang ditimbulkan, namun kita mengingat kisah itu sebagai sebuah kemuliaan, dan darah mereka tertulis sebagai tinta emas dalam sejarah umat islam. Namun hal itu berubah ketika HAMAS mulai suka berunding dan berangkulan dengan para thaghut arab, bahkan kepada kepala negara syiah yang najis.

Hasan Al-Banna (pendiri Ikhwanul Muslimin) mengatakan: “Al-Ikhwan Al-Muslimun memiliki sikap bahwa Islam mempunyai implikasi yang signifikan dan menyeluruh. Islam mengawal semua tingkah laku individu dan masyarakat. Segala sesuatu mesti tunduk di bawah undang-undang-Nya dan mengikuti ajaran-Nya. Siapa yang tunduk kepada Islam dari segi peribadatan saja tetapi meniru orang kafir dalam segala hal lain dapat dianggap sama derajatnya dengan orang kafir.” Sesungguhnya demokrasi adalah sistem kufur yang dilahirkan dari peradaban kafir. Bagaimana mungkin IM, yang menolak sekulerisme, tapi saat ini malah terjebak dalam demokrasi? Bukankah hal ini justru melanggar perintah dari pendirinya sendiri?!

Perhatikan perkataan Sayyoid Qutb dalam kitab Ma’alim fi Thariq, berikut ini: “Akan tetapi Islam tidak dapat memainkan peranannya kecuali jika ia teraktualisasikan di dalam suatu masyarakat, artinya teraplikasikan di dalam sebuah “ummah”. Umat manusia, terutama pada masa sekarang, tidak hanya memperhatikan akidah semata tanpa melihat bukti-bukti empirik yang tampak dalam realitas kehidupan. Sementara itu perwujudan “al-ummah al-muslimah” (entitas masyarakat yg Islami) telah dianggap tak ada lagi/putus sejak waktu yang lama. Entitas “al-ummah al-muslimah” bukanlah “sebidang tanah” di mana Islam hidup di dalamnya, bukan pula suatu bangsa yang mana nenek moyang mereka pernah hidup di dalam tatanan Islam (an-nizhamu al-Islamiy) pada sepenggal masa di dalam sejarah. Entitas al-Ummah al-Muslimah tidak lain adalah sekelompok orang di antara manusia yang mana kehidupan mereka, pandangan-pandangan mereka, keadaan-keadaan mereka, tata-aturan mereka, nilai-nilai mereka, serta standar-standar mereka, semuanya itu terlahir dari manhaj yang Islami (al-manhaj al-Islamiy). Dan entitas umat dengan sifat-sifat yang seperti ini keberadaannya benar-benar telah terputus sejak hilangnya pemerintahan yang menegakkan Syariat Allah di seluruh permukaan bumi. Dan merupakan suatu keharusan untuk mengembalikan eksistensi “al-ummah” ini agar Islam dapat memainkan peranannya yang dirindukan dalam memimpin umat manusia sekali lagi. Adalah suatu keharusan untuk membangkitkan “al-ummah” tersebut yang selama ini terkubur oleh timbunan generasi, timbunan pemikiran, timbunan problematika, timbunan sistem-sistem yang tidak ada kaitannya dengan Islam juga tidak ada kaitannya dengan manhaj Islami (metode kehidupan Islam) sekali pun ia selalu mendakwakan bahwa dirinya berdiri di atas apa yang disebut sebagai “dunia Islam.” (al-’alam al-Islami).”

Ketika Ikhwanul Muslimin saat ini bangga mengatakan bahwa masuk ke dalam parlemen demokrasi dengan tujuan sebagai maslahat dakwah, justru hal itu dilarang oleh Sayyid Qutb, beliau mengatakan dalam kitab Tafsir fi zhilalil Qur’an: “Mashlahat dakwah telah menjelma menjadi berhala, Ilaah yang diibadahi oleh para aktifis dakwah dan menjadikan mereka melupakan manhaj dakwah Rasul yang murni dan orisinal. Karena itu, wajib bagi setiap aktifis dakwah untuk tetap istiqomah di atas manhaj Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wasallam serta dengan sekuat tenaga menjaga agar tidak tergoda oleh segala bujuk rayu yang pada akhirnya justru akan menghancurkan bangunan dakwah yang telah mereka bina.”

Perkataan Sayyid Qutb ini juga mementahkan sikap IM mesir yang saat berkuasa malah menghormati perjanjian Camp David, yang mana hal itu berarti mengakui Israel sebagai sebuah negara dan terlarang untuk memeranginya. Padahal perjanjian itu sangat ditentang oleh pendahulu IM, lalu jika hal itu dihormati setelah IM berkuasa, apa bedanya IM dengan penguasa sebelumnya? Apakah lagi-lagi karena “maslahat dakwah”, maka benarlah perkataan Sayyid Qutb, “maslahat dakwah” adalah tuhan selain Allah yang disembah oleh aktivis dakwah yang tergelincir, naudzubillah mind zalik.

Tidak ada pilihan lain, kecuali kembali pada jalan jihad dan hentikan jalan syirik demokrasi. Sebagaimana semboyan kalian “Jihad adalah jalan kami, mati di jalan Allah adalah cita-cita kami”, wujudkan hal itu bersama Daulah Khilafah Islamiyyah yang telah berdiri. Bergabunglah sebagaimana pemuda-pemuda di Sinai, Mesir yang dengan gagah menyatakan baiat kepada Abu Bakar Albaghdady, dan siap berperang melawan thaghut mesir.

Bukankah telah jelas bagimu, perjuangan melalui demokrasi di Mesir hanya memberi kesempatan 1 tahun kepada IM untuk berkuasa, itupun belum menerapkan syariah. Sementara Daulah Islam, meski melalui jalan yang pahit dan penuh pengorbanan, namun semakin hari semakin jaya, semakin luas, semakin kaya, dan semakin kuat. Syariat Islam terlaksana secara langsung tanpa tahapan, karena wahyu sudah turun semua sehingga tidak ada alasan lagi menunda-nunda penerapan syariat. Perjanjian Sykes-Picot yang memecah belah negri kaum muslimin pun hancur, sehingga tidak diperlukan lagi Pasport untuk menyebrang dari Irak ke Suriah, atau sebaliknya, karena sudah dikuasai oleh Daulah Islam yang hanya memakai ikatan Ukhuwah Islamiyyah, bukan nasionalisme. Tidak ada kekuatan apapun yang bisa menghancurkan Daulah Islam, kecuali atas izin Allah, hal ini bukan karena apa-apa kecuali karena keteguhannya pada Syariat Islam.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar